Oleh :
Aurel Anandhitya 193507068
Fiqi Muhammad Zidan 193507003
Bella Sylvana Herawan 193507074
Ade Taofik Saepulloh 193507055
Aditya Khoerul Zaman 193507079
Muhammad Andi Lutfi 193507066
Farrel Gusti Pratama 193507029
Monike Alma 193507015
Jurusan Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Siliwangi
PEMBAHASAN
Indonesia memiliki badan hukum yang telah beroperasi sejak tahun 2014, yaitu BPJS. BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ini memiliki wewenang untuk memberikan Jaminan Sosial terkait Kesehatan dan Ketenagakerjaan bagi masyarakat dan juga program ini telah dijalankan oleh pemerintah melalui dasar hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014. Biasanya, berupa asuransi kesehatan dan pesangon pensiun bagi para pegawai swasta.
Terdapat 2 jenis jaminan kesehatan, yaitu BPJS Kesehatan yang merupakan asuransi kesehatan atau Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Jaminan Kesehatan Nasional ini merupakan jaminan pelayanan kesehatan yang diberikan secara komprehensif melalui rujukan berjenjang tergantung pada indikasi medis pasien dengan memberikan berbagai penyuluhan kesehatan, hak tiap anak peserta BPJS berupa imunisasi dasar, memperoleh layanan KB dan lain-lain. Jaminan Kesehatan Nasional ini memiliki dasar hukum dalam peyelenggaraannya, yaitu dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 dan para keanggotaan peserta, memiliki Kartu Indonesia Sehat (KIS), termasuk juga bagi mereka yang menerima bantuan iuran dari pemerintah (PBI). Selanjutnya, ialah BPJS Ketenagarkerjaan yang juga merupakan Jaminan Hari Tua (JHT) dengan sistem pembayarannya ditanggung oleh pengusaha dan pekerja. Adanya JHT ini telah memberikan penghargaan bagi para karyawan yang telah pensiun atau bagi yang mengalami kecacatan seumur hidup, dimana para anggotanya akan diberikan KPJ atau Kartu Peserta Jaminan Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Untuk besaran iuran BPJS ini, tergantung pada pembagian besar kecilnya iuran BPJS yang didasarkan pada kemampuan ekonomi peserta.
Dalam penyelenggaraannya, BPJS ini menuai Pro dan Kontra. Bagi masyarakat yang setuju, tentunya akan merasakan kebutuhan kesehatan dasar, seperti dengan adanya BPJS ini biaya atau iuran kesehatan menjadi lebih murah serta dapat memberikan pelayanan kesehatan terhadap perorangan secara komprehensif yang meliputi 4 aspek, yaitu promotif (peningkatan status kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pengembalian bekas penderita ke masyarakat). Sayangnya, dalam beberapa kasus, terdapat masyarakat yang masih kebingungan terkait adanya BPJS Kesehatan ini, karena sulitnya mekanisme yang terlalu berbelit-belit, sehingga banyak masyarakat yang menunda untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. BPJS masih mengharuskan Peserta untuk melewati Fasilitas Kesehatan. Faskes yang dimaksud adalah dokter umum dan Puskemas. Jadi, untuk penderita penyakit serius dan mengharuskan untuk ke rumah sakit, maka harus melewati pemeriksaan Puskesmas terlebih dahulu. Jika penyakit yang diderita dapat ditangani dengan obat, maka tidak dapat mengajukan rujukan. Di sisi lain, dalam asuransi kesehatan bisa merujuk ke rumah sakit secara langsung dan dapat menemui dokter spesialis secara khusus. Maka dari itu, BPJS ini secara keseluruhan belum bisa dijalankan secara baik dan maksimal.
Selain itu, adanya kenaikan iuran dalam BPJS ini tentu saja menjadi perhatian masyarakat. Hal ini dikarenakan pada saat ini sedang dilanda pandemi yang berimbas pada turunnya pendapatan ekonomi di masyarakat. Banyak masyarakat yang meminta pemerintah untuk mengkaji ulang hal tersebut, karena dengan adanya kebijakan mengenai kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini tidaklah mudah, salah satunya bagi para buruh karena mereka tidak hanya membayar iuran untuk dirinya sendiri, namun juga untuk seluruh anggota keluarganya.
BPJS Sebagai Syarat Pelayanan Publik
Pelayanan Publik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan setiap warga negara atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang telah disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengan berasaskan pada kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak serta keseimbangan hak. Dalam hal ini, tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik terus berkembang seiring dengan meningkatnya kesadaran warga negara yang memiliki hak untuk dilayani, sedangkan kewajiban pemerintah adalah melayani masyarakat. Namun, pada praktiknya masih banyak ditemukan persoalan yang terjadi, salah satunya adalah dalam pelaksaan BPJS terdapat perbedaan kualitas pelayanan mengenai efektivitas dan efisiensi antara pengguna BPJS dan yang umum. Adapun yang menjadi permasalahan lainnya adalah mewajibkan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk mengurus SIM, STNK, dan SKCK hingga jual beli tanah. Hal tersebut, tentu saja menuai pro dan kontra karena dianggap membebankan masyarakat dan sebagian yang setuju, karena untuk kemajuan kedepannya dalam hal pelayanan publik. Adanya kontra ini, sebagian masyarakat menganggap BPJS kesehatan sebagai “penambah beban masyarakat” karena dampaknya pada proses administrasi yang diharuskan untuk melakukan banyak hal, sehingga menyulitkan masyarakat untuk mengakses pelayanan publik. Selain itu, adanya BPJS kesehatan juga dinilai masih kurang efektif dalam pelayanan yang dinilai lebih lama dan terkadang mendapat diskriminatif kepada para pengguna BPJS dengan yang umum. Tentunya, permasalahan-permasalahan tersebut menjadi suatu kekurangan yang harus dievaluasi dan diperbaharui oleh pemerintah guna meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Mayarakat menilai kebijakan baru yang dibuat oleh pemerintah ini harus dievaluasi dan berbenah kembali, karena cara ini dinilai kurang siap dijalankan atau belum terlalu signifikan bagi pemerintah untuk menggunakan kebijakan tersebut akibat belum menyeluruhnya pengguna BPJS di masyarakat. Kebijakan tersebut tentunya dinilai belum siap untuk diterapkan dalam Pelayanan Publik, karena BPJS sendiri masih harus menghadapi beberapa persoalan masalah. Maka dari itu, diharapakan BPJS ini dapat meniru kerja asuransi swasta yang mampu melayani dan membantu peserta dengan baik. Sehingga, ketika peserta mengalami masalah, BPJS ini justru dapat memudahkan segala prosesnya dalam pelaksaannya, bukan malah mempersulit. Hal pertama yang harus dilakukan, adalah harus bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik terlebih dahulu. Antara lain, dengan melakukan perbaikan terhadap mekanisme dan akses pelayanan dengan memberikan berupa penghargaan atau reward dalam pelaksanaannya. Dengan kata lain, keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilihat dari tingkat kepuasaan masyarakatnya. Kedua, solusinya dengan mengubah paradigma para aparatur dari mau dilayani menjadi pelayan, karena fungsi utama dari pemerintah itu sendiri adalah untuk memberikan pelayanan kepada publik. Fungsi inilah yang sering dilupakan oleh para Birokrat. Adapun hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik adalah dengan memperbaiki sistem rekruitmen, Memberikan sanksi yang tegas bagi yang melanggar peraturan serta mempermudah proses dalam pelaksaan pelayanan publik. Maka yang menjadi kepentingan utama agar berjalan secara baik antara keduanya adalah dengan memberikan pelayanan publik yang baik.
Jika hal tersebut sudah terlaksana dengan baik serta kualitas dari pelayaanan BPJS sudah berkembang dengan baik, maka adanya sebuah kebijakan baru seperti syarat penggunan BPJS sebagai administrasi dalam berbagai pelayanan publik tentu bukan hal yang perlu dikhawatirkan lagi, karena segalanya sudah ada kesiapan baik dari pemerintah maupun masyarakat.