Galuh FM (Dilansir dari KOMPAS.COM) – Pada 1871, pengeboran sumur minyak pertama dilakukan di Cirebon. Namun, sumur produksi pertama adalah sumur Telaga Said di wilayah Sumatera Utara yang dibor pada 1883, kemudian disusul Royal Dutch Company di Pangkalan Brandan pada 1885. Sejak itu, kegiatan eksploitasi minyak di Indonesia dimulai.
Hasil eksplorasinya digunakan untuk kepentingan pihak Belanda. Pada 1892, kilang minyak Royal Dutch di Pangkalan Brandan yang menjalankan usaha eksploitasi mulai melakukan produksi massal. Sebagai bahan yang merupakan sumber energi bagi perekonomian dan mesin untuk perang, minyak menjadi sasaran empuk bagi kedua pihak yang berseturu.
Pada 1940-an, Pemerintah Hindia Belanda tak mampu menahan serangan Jepang yang melakukan invasi ke Indonesia. Akhirnya, Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda atas Indonesia pada waktu itu. Berbagai proyek yang ada di Indonesia dengan cepat dikuasai Jepang, untuk membantu perekenomian penjajah, termasuk menguasai industri minyak di Pangkalan Brandan. Setelah berhasil dikuasai, Jepang melakukan perbaikan lapangan dan kilang minyak menggunakan Romusha dan pekerja yang dulunya telah bekerja di sini. Upaya tersebut digunakan Jepang untuk membantu kepentingan militernya.
Dengan mempekerjakan Romusha, kapasitas produksi dari 30 ton per hari bisa menjadi 10.000 ton per hari. Keberhasilan Jepang membangun kilang minyak menjadi perhatian pihak Sekutu, yang kemudian menjatuhkan bom Little Boy dan Fat Man di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa pengeboman ini akhirnya membuat Jepang menyerah kepada Sekutu. Setelah Jepang menyerah, pekerja dan rakyat yang berada di sekitar Pangkalan Brandan ingin menduduki kilang tersebut. Aksi ini mendapatkan tentangan keras dari Jepang.
Akhirnya, pihak pekerja menguasai kilang setelah mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Komite Nasional Indonesia Teluk Haru dari Barisan Pemuda Indonesia. Kilang minyak yang dikuasai ini berubah nama menjadi Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI) yang merupakan cikal bakal PT PERTAMINA (PERSERO). Pergantian nama yang dilakukan sepihak menjadikan pekerja yang berasal dari Jepang tak bisa berbuat apa-apa, mengingat posisi mereka yang tidak menguntungkan.
Selengkapnya di www.kompas.com